Translate

Kamis, 19 Maret 2015

Cerbung : halo kehidupan


Papa.. maafin Tita..
Lubuklinggau, 10 Maret 2015
Aku melihat kalender di telepon genggamku, tak kusangka bulan ini menginjak 6 tahun kepergian ayahku. Ternyata aku bisa melalui masa terpuruk ini meskipun keterpurukan tak sepenuhnya menghilang. Setidaknya kami sudah bisa tertawa dengan lepas dan ibuku tak lagi berurai air mata di tengah malam maupun disaat sedang sendiri.
Palembang, 11 Januari 2009
Selamat pagi dunia!!
Pagi ini aku bangun dengan semangat. Ahrgghh.. Kejutan apa yang akan aku dapatkan di hari ulang tahunku yang ke 14 ini? Ah, pasti papa dan mama akan mengajakku jalan-jalan sekeluarga. Tapi tidak mungkin, karena hujan turun dengan deras sejak tadi malam hingga sekarang tanpa henti. Kulihat jam masih menunjukkan pukul 08:00 pagi. Brrr. Baru kali ini aku merasakan Palembang begitu dingin.
“kakak, happy birthday ya sayang :* semoga panjang umur, tambah dewasa ya nak.” Tiba-tiba mama masuk ke kamarku dengan daster merah yang dibelinya beberapa waktu lalu. Ia langsung mencium keningku dan mengusap-usap kepalaku. Disusul oleh abang, kak Acha dan Adik bungsu ku.
“ahh. Masih bau iler semua..” gerutu ku dengan sedikit tawa. Tak lama kemudian papa memanggilku.
“ta, buruan mandi semuanya. Hari ini ayo kita jalan jalan. Makan diluar yah.. ulangtahun anak papa yang cantik ini. Kebetulan dapet duit dadakan kemarin.. “ seru ayah ku.
“yeayyy! Hore, oke pa, kakak mau pizza hut ya?” jawabku dengan bersemangat.
“sip. Gampang itu.” Sahut ayahku dengan mengacungkan jempol kanannya yang berkuku panjang.
Aku dengan bersemangat langsung mengambil handuk dan mandi sambil bernyanyi . aku rasa ini adalah hari-ku. Bahagianya menjadi diriku saat ini mempunyai ayah dan ibu yang dapat membuat aku merasa bahwa aku anak yang paling beruntung di seluruh dunia.
Tak sampai 1 jam, kami sudah siap dengan pakaian rapi namun casual untuk jalan-jalan. Ayahku dengan jeans beserta baju kaus crocodile abu-abu. Ibuku dengan blouse pink dan celana bahan merah maroon. Kak acha dengan kerudung pink dan pakaian senada. Abangku mengenakan baju kaus oblong dan celana jeans yang terkoyak di bagian lutut. Lala dengan dress hitam, dan aku dengan dress kotak-kotak hijau yang kubeli bulan lalu. Kami pun berangkat ke pizza hut untuk menuruti keinginan sang ratu sehari ini.
“pa sesudah ini kita mau kemana?” tanyaku dengan mulut penuh spaghetti.
“belanja ke PS. Katanya tas kalian sudah rusak?” jawab ibuku.
“oke sip, boleh kan beli yang kemaren kakak inginkan?” tanyaku lagi.
“iya-iya terserah, kakak mau apa tinggal ambil” kali ini ayahku yang menjawab
“huu. Giliran Tita dibeliin semua. Kami cuman nonton ya?” abangku menyeletuk.
“kalo Tita boleh ambil, bearti kalian boleh juga dong” jelas ayahku.
Seketika wajah-wajah saudaraku sumringah dan memakan potongan pizza dengan lahap karena tak sabar untuk berbelanja. Setelah kami makan sekitar pukul 11:00 kami beranjak untuk berjalan ke PS yang merupakan mall ter-hits disaat itu.
Hari ini hujan begitu deras, keberadaan Xenia silver ini sangat berguna. Untung saja ayahku membelinya di September tahun lalu dengan kredit untuk menunjang Arus Mudik Lebaran kami. Mobil ini meman tak mahal dan tak terbaru. Tapi cukup untuk mengangkat rasa percaya diriku di sekolah karena sudah berpredikat “diantar jemput mobil pribadi” seperti teman-temanku lainnya. Selain menolongku karena tak perlu berbonceng 4 bersama ibu, adik, dan abangku seperti sebelumnya mobil ini lah yang melindungi kami dari panas dan hujan. Meskipun berbadan kecil, setidaknya dapat menampung kami sekeluarga sekaligus dorris meskipun bersempit-sempit ria. Tapi disitulah titik keseruannya. Sekitar 30 menit kami tiba ke tempat yang dituju.
Kami pun berbelanja dan berfoya-foya dengan bahagia disana. Bermain game di Amazone, membeli pakaian, snack, sembako, perlengkapan sekolah, dan lainlain tanpa memikirkan muatan mobil kami nantinya. Tak terasa sudah lima jam kami berkeliling memuaskan hasrat berbelanja disana. Kami merasa lapar dan merasa ingin makan di mall yang lainya. Kami berhenti di lampu merah di dekat simpang sekip, tak lama kemudian setelah lampu hijau kami melalui jalan yang terendam banjir. Aku merasa lucu melihat kota Palembang banjir. Sehingga kami bercanda gurau mengenai banjir. Aku begitu bahagia di hari ini. Merasakan kehangatan keluarga yang tak biasanya kurasakan. Dan ternyata inilah keluargaku, semuanya tampak di ulang tahun ke 14 ku.
***
            Hari ini ayahku yang mengantarku dan lala kesekolah. Jarang sekali ia bisa mengantar atau menjemputku disekolah mengingat ia bekerja dengan tugas di luar kota. Aku tak bisa berhenti tersenyum, tak tahan ingin pamer kepada teman-teman sekelasku bahwa aku memiliki peralatan sekolah baru, dan aku mengalami hari ulang tahun yang sangat istimewa. Aku memikirkan bagaimana Rika akan memandangku dengan sinis karena selama ini ia selalu ingin dianggap lebih dari semua kata lebih di dunia ini.
“kakak, kapan ujian Nasionalnya?” pertanyaan ayahku membuyarkan imajinasiku yang sedang berkembang.
“uhm, 27 April pah, emangnya kenapa?” tanyaku.
“ohh, kalo gitu papa mau ambil cuti di tanggal segitu supaya bisa anter jemput anak papa yang mau ngadepin ujian Nasional. Seminggu kan ujiannya?”
“beneran pa?! hore. Awas ya kalo papa bohong. nggak kok Cuma 4 hari”  jawabku dengan semangat.
“iya beneran, nanti SMA nya mau kemana?” Tanya papaku lagi.
“kakak mau ke SMA kak acha, SMA N 3. Temen-temen gaul kakak semuanya mau sekolah disana pah, boleh kan?” Tanyaku lagi.
“uhm, gimana kalo SMA nya di Linggau aja? Kan mama sudah mengajukan surat pindah ikut papa ke sana? Nanti di SMA N 1, deket rumah kok.” Jawab ayahku lagi. Aku yang sedang minum teh botol sisa kemarin langsung terbatuk-batuk.
“NGGAK!! Apa tuh Linggau itu desa! Biarin nek nang aja yang disana! Kan papa bilang dulu mau balik ke kantor yang di Palembang? Kakak ga mauuu!!!” jawabku dengan sedikit marah.
“iya kalo tamat SMA nya pulang lagi kesini. Nanti kalo kakak mau pindah kesana pergi sekolahnya bawa motor sendiri. Duit jajan papa kasih banyak deh. Mau ya?” rayu ayahku lagi. Aku hanya diam dengan mulut cemberut.
“kalo adek mau ikut papa ke Linggau?” papaku bertanya kepada Lala.
“mau lah, yang penting ada papa sama mama” jawab lala dengan santainya. Aku bingung dengan pemikiran anak kecil ini. Kok mau saja diajak pindah ke kota kecil yang tidak asik seperti Linggau? Dasar bocah.
“nah kak, adek mau tuh ikut mama sama papa, kalo kakak ngga ikut nanti tinggal sama siapa? Disana jajan nya di tambahin 2x lipat deh” rayu ayahku lagi. Aku mulai tertarik dengan iming-iming uang jajan itu. Tapi, ah sudahlah. Aku tetap dengan pendirianku. Aku tidak mau menjadi anak desa. Gaptek, tidak up to date, susah sinyal. Seperti diluar planet saja.
“nggak! Kalo kakak bilang nggak ya nggak!!!” bantahku lagi. Sepertinya ayahku menyerah dengan diam dan menhembuskan nafas degan berat. Aku merasa menang saat itu. Kami pun tiba di depan gerbang sekolah.
“yaudah deh, mama sudah kasih duit jajan belum?” Tanya ayahku lagi.
“Belum..” jawab kami berdua kompak. Papa mengambil dompet dan menarik uang 50 ribuan dan 10 ribu.
“nih kakak yang biru, jangan dihabisin. Buat hari ini lebih banyak banget kan? Simpen, siapa tahu mama lagi ngga ada duit. Adek juga ya. Jangan boros.” Pesan ayahku.
“iya pah, assalamualaikum” jawab kami seraya mencium tangan ayah ku secara bergantian.
Palembang, 14 Maret 2009
Di pagi hari..
“halo? Kenapa yah? Ah? Lena udah mau lahiran? Oh iyaiyaiya. Entar malem kita udah di Linggau,.. iya..iya..iya..” ibuku bercakap-cakap di telepon dengan nada terkejut.
“kenapa ma?” Tanya abang.
“itu tante Lena, udah mau lahiran. Nanti siang mama naek travel ke Linggau, ngga papa yah kalian ber tiga dirumah?” sahut ibuku dari dalam kamar
“iya sip, nggak lama kan ma?” Tanya kaka cha.
“iya nggak, mungkin seminggu. Kan udah banyak tuh makanan di kulkas, tinggal dimasah atau diapanasin aja..” jawabnya lagi.
“oke deh mam, sip deh” jawab abangku.
***
Esok harinya…
“dedeknya cewek apa cowok ma? Lucu nggak? Siapa namanya? Gendut ya? Kapan kami kesana pengen liat dedek bayi” aku menghujani mama ku dengan pertanyaan yang beruntun.
“cowok kok, gendut lagi. Ntar deh nanti liburan kan bisa liat dedeknya.” Jawab ibuku menenangkan rasa penasaranku. Aku semakin tidak sabar untuk menghadapi Ujian Nasional bulan depan aku dapat mudik ke Lubuklinggau. Apalagi setelah mendengar adik sepupuku ini laki-laki, aku semakin gatal ingin mencium dan menggendongnya.
***
“nih mang, lima ribu kan” aku menyerahkan selembar uang kepada tukang ojek yang aku tumpangi dari pinggir jalan raya dekat lorong menuju rumahku.
“iya dek, makasih ya” ucap bapak tersebut dengan senyum bahagia atas rezeki yang ia dapat kali ini sambil meng-gas motornya.
Tak berapa lama aku tiba ke kamarku untuk melepas penat, handphone ku bordering dan ternyata yang menelpon adalah ibuku.
“halo, kenapa ma?” aku mengangkat teleponku.
“dimana kak?” sahut ibuku.
“dirumah, baru aja nyampe dari les, kenapa ma?” jawabku lagi.
“abang ada dirumah nggak?” Tanya ibuku lagi. Aku mulai curiga.
“ada, bentar yah ma” aku langsung ke kamar abangku yang berada di sisi lain dari rumahku.
“bang, nih mama. Mau ngomong” aku langsung menyerahkan handphone ku dan meninggalkan abang di kamarnya. Sedangkan aku merasa lapar dan menggoreng telur mata sapi. Sejujurnya aku tak bisa memasak, karena itulah aku hanya menggpreng telur untuk mengisi kekosongan di dalam perutku.
Saat aku tengah menikmati makanan ku, abang menghampiri dan menyampaikan pesan dari ibuku.
“ta, kamu gapapa kan dirumah sama Acha selama dua hari?” abangku bertanya serius. Tak pernah aku melihatnya seserius itu selama aku hidup.
“iya gapapa lah, emang kenapa?” jawabku dengan mulut penuh.
“besok abang jemput mama sama papa di Linggau,” ujarnya.
“ha? Tumben papa cepet pulang? Besok baru kamis. Biasanya juga hari sabtu subuh papa pulang naik travel? Emang kenapa?” aku mulai bertanya-tanya ada apa yang terjadi.
“papa sakit dari semalem, masuk angin kata mama.” Jelasnya.
Aku hanya mengangguk sambil berfikir. Kenapa seserius ini jika hanya masuk angin? Aneh. Sepertinya ada yang tidak wajar.
“Assalamualaikum..” kak Acha pulang dengan buru-buru dan wajah cemas. Ia langsung duduk di sofa ruang tamu kami. Aku mendekatinya.
“kak, kenapa sih papa?” tanyaku penasaran. Kak Acha menghembuskan nafasnya dengan berat.
“papa kena angin duduk, dek..” jawabnya dengan lemas.
“oh, masuk angin.. kirain kenapa” jawabkku lega.
“masuk angin kepalamu! Ini angin duduk, bukan masuk angin. Angin duduk itu penyumbatan darah di jantung dek, jadi papa itu kena serangan jantung ringan semalem pas bawa mobil sama mama.” Jawabannya membuat jantungku semakin berdebar. Aku tidak tahu apa itu penyumbatan darah pada jantung. Tetapi yang aku tahu masalah Jantung adalah masalah yang kronis. Aku takut terjadi yang macam-macam dengan ayahku. Aku tak berhenti berfikir tentang bahaya penyakit tersebut. Tiba-tiba aku menangis, tak tahu mengapa aku menangis sambil berfikir.
***
“heyy!! Kenapa sih? Melamun terus. Istirahat nih, yok jajan” Risty mengibas-ibas tangannya di depan wajahku.
“oh, nggak Ty, lagi mikir.” Jawabku seperti orang bodoh.
“kenapa?” tanyanya lagi.
“Papa ku sakit, sakit jantung Ty” aku langsung memeluk tubuh sahabtku itu sambil menangis terisak aku tak dapat membendung air mataku lagi.
“ha?! Sudah jangan nangis, pasti papa Tita sembuh kok” Risty menghiburku, dan aku semakun larut dengan tangisku.
Aku sudah terlalu ketakutan dengan penyakit yang sama sekali tidak aku mengerti. Yang kutahu, penyakit tersebut yang sudah membawa kakek, nenek, dan puyangku menemui-Nya. Dan yang kutahu, ayah Risty pun meninggal karena penyakit jantung. Yaa Tuhan, sembuhkanlah ayahku berilah ia umur yang panjang. Tolonglah ayahku, aku tak siap dan aku tak ingin menjadi yatim. Aku mohon.
Aku merasa tak sehat badan, sehingga aku meminta izin untuk pulang lebih cepat. Aku sudah tak sanggup belajar dengan situasi yang menakutkan seperti ini.
***
Palembang, 22 Maret 2009
21:00 WIB
Mobilku kembali kerumah beserta ayah, ibu, adik, dan abangku
“Tita, Acha, ayoo, ikut anter papa kerumah sakit” ibuku membangunkan ku yang sedang tertidur di sofa karena memang menunggu mereka tiba. Aku langsung bergegas menaiki mobil dan kami pun melesat ke Rumah Sakit.
Sesampainya disana, kami kecewa karena sehubungan akan datangnya Presiden RI lusa seluruh ruangan VIP sudah dikosongkan. Untuk persiapan jaga-jaga siapa tahu beliau membutuhkan ruangan tersebut....
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar